Rumah Di Surga

Rumah di Surga | al-uyeah.blogspot.com
Dari Utsman bin Affan radiyallahu'anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam bersabda, ‘Barang siapa membangun masjid dengan mengharapkan wajah Allah, sungguh Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di jannah/surga’.”

Hadits Amirul Mukminin Utsman bin Affan radiyallahu'anhu ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya (1/453), Muslim (1/378 no. 533), dan Ibnu Hibban (4/488 no. 1609,) melalui jalan Ubaidillah al-Khaulani dari Utsman bin Affan radiyallahu'anhu.


Diriwayatkan pula oleh al-Imam Ahmad dalam al-Musnad (1/61 & 70), at-Tirmidzi (2/134 no. 318), Ibnu Majah (1/243 no. 736) dalam Sunan keduanya, dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (2/269 no. 1291), melalui jalan Abu Bakr al-Hanafi, dari Abdul Hamid bin Ja’far, dari ayahnya, dari Mahmud bin Labid, dari Utsman bin Affan radiyallahu'anhu.

Penjelasan Hadits

Membangun masjid termasuk wakaf dan amalan yang tidak akan terputus pahalanya dengan kematian, selama manfaatnya masih dirasakan. Mendirikan masjid termasuk sedekah jariyah yang tersebut dalam sabda Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam yang diriwayatkan banyak ahlul hadits dari Abu Hurairah radiyallahu'anhu:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seorang mati, terputuslah amalannya selain tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak saleh yang selalu mendoakannya.”

Di samping pahala yang terus mengalir, Allah Ta'ala juga menjanjikan pahala yang besar bagi seseorang yang membangun masjid, sebagaimana halnya yang ditunjukkan oleh hadits Utsman radiyallahu'anhu di atas. Barang siapa membangun masjid karena Allah Ta'ala, tidak mengharapkan pujian manusia, riya (ingin dilihat), atau sum’ah (ingin didengar), sungguh Allah Ta'ala akan membangunkan baginya sebuah rumah di jannah.

Tentu, rumah itu tidak bisa dibayangkan keindahannya. Apa yang disediakan oleh Allah Ta'ala tidak bisa dibandingkan dengan bangunan terindah sekalipun di dunia ini, sebagaimana ditunjukkan oleh sebuah hadits qudsi:

أَعْدَدْتُ لِعِبَادِيَ الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ، وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

“Aku menyediakan bagi para hamba-Ku yang saleh, kenikmatan yang belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan belum pernah pula terbetik dalam kalbu manusia.” (HR. al-Bukhari no. 3244, 4779 dan Muslim no. 2824 dari Abu Hurairah radiyallahu'anhu)

Berapa pun Ukuran Masjid yang Dibangun, Allah Ta'ala Akan Membalasnya

Kata (مَسْجِدًا) dalam sabda Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam di atas adalah kata nakirah (kata benda yang tidak tertentu). Ini menunjukkan bahwa semua masjid yang dibangun akan mendapatkan pahala yang dijanjikan oleh Allah Ta'ala, berapa pun ukurannya, besar atau kecil.

Makna ini datang dalam lafadz hadits Anas bin Malik radiyallahu'anhu:

مَنْ بَنَى لِلهِ مَسْجِدًا صَغِيرًا كَانَ أَوْ كَبِيرًا بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

“Barang siapa membangun masjid, kecil atau besar, Allah Ta'ala akan membangunkan untuknya rumah di surga.” (HR. at-Tirmidzi dalam as-Sunan no. 319 dan dinyatakan dha’if [lemah] oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah)(1)

Dalam hadits lain, hadits Abu Dzar radiyallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam memberikan dorongan yang kuat untuk membangun masjid walaupun kecil. Beliau Shallallahu'alaihiwasalam membuat permisalan yang sangat mendalam dengan sabdanya:

مَنْ بَنَى لِلهِ مَسْجِدًا وَلَوْ مَفْحَصَ قُطَاةٍ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

“Barang siapa membangun masjid walaupun seluas peraduan (tempat mengeram) burung, Allah Ta'ala akan membangun untuknya sebuah rumah di surga.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 1/310, Ahmad no. 2157, al-Bazzar, ath-Thabarani, dan Ibnu Hibban. Hadits ini dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’)

Al-Munawi rahimahullah mengatakan, “Mayoritas ulama membawa hadits di atas kepada makna mubalaghah (menyangatkan) karena peraduan burung hanyalah seukuran tempat telur dan tempat tidurnya. Sebuah ukuran yang tidak cukup untuk melakukan shalat.” (at-Taisir bi Syarh al-Jami’ ash-Shaghir)

Asy-Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah berkata, “Masjid, sebagaimana diketahui, tidak mungkin berukuran sebesar peraduan (tempat mengeram) burung. Namun, sabda ini sebagai bentuk mubalaghah (perumpamaan bahwa sekecil apa pun bangunan masjid, Allah Ta'ala tetap memberi pahala besar atas amalan tersebut). Sebagian ahlul ilmi mengatakan bahwa ukuran tersebut (yakni sekecil peraduan burung) mungkin saja terwujud. Hal itu terjadi manakala masjid dibangun dengan bergotong royong dengan andil yang sedikit dari setiap orang. Artinya, pembangunan masjid dilakukan oleh beberapa orang.” (Ceramah asy-Syaikh al-Abbad dalam Syarah Sunan Abi Dawud)

Catatan Kaki

1 Dinyatakan dha’if oleh asy-Syaikh al-Albani t. Meskipun lemah, hadits Abu Dzar z berikutnya menunjukkan kebenaran makna hadits tersebut. Wabillahit taufiq.

dikutip dari "Mewakafkan Masjid dengan Keikhlasan dan Bimbingan"
ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc
AsySyariah.com

(artwork bukan ilustrasi surga)
Tulisan ini ditujukan untuk ana dan keluarga. Dibuat dengan cinta. Saran dan nasihat silakan tulis di kolom komentar.

Ada Pertanyaan?




Silakan antum tanyakan ke asatidzah dengan datang saja ke majelis ilmu terdekat, cek lokasinya kajian Info Kajian. Baarakallahu fiikum.
Previous
Next Post »
0 Komentar

Silakan tuliskan komentar, saran dan nasihat antum. Namun tidak semua akan tampilkan.